DEMOKRASI
PANCASILA
GAGALKAN
LADY GAGA
Oleh: Furkam Satriawan
(Mahasiswa UNM Jurusan Sastra Inggris)
Lady Gaga yang notabene berniat
memberikan hiburan pada fansnya justru menjadi permasalahan yang rumit dan buah
bibir dalam beberapa minggu ini. Sosoknya yang kontroversial sering menjadi
perbincangan dan perdebatan masyarakat dunia, seperti kelompok Katolik di Korea
Selatan dan Filipina termasuk Indonesia juga. Rencana kunjungan Stefani Joanne
Angelina Germanotta atau Lady Gaga ke Indonesia mendapat penolakan keras dari
berbagai kalangan. Penolakan ini wajar saja mengingat dalam setiap
penampilannya, Lady Gaga selalu menampilkan yang sarat pornografi bahkan
terkesan aneh menurut pandangan adat ketimuran. Seperti, Lady Gaga sering
disebut-sebut sebagai pemuja setan itu biasa tersirat dari lirik lagu yang
dibawakannya. Bahkan, lady Gaga pernah diberitakan mandi darah sebelum tampil
dalam konsernya. Inilah yang kemudian menjadi alasan resistensi ormas,
diantaranya Front Pembela Islam (FPI) untuk menjegal langkah sang Mother
Monster untuk menggelar konser di Jakarta.
Pembatalan
konser Lady Gaga membuahkan kekecewaan penggemar.
Kekecewaanpun kini dirasakan para Little Monster sebutan para fans Lady Gaga. Konser yang langka tersebut akhirnya dibatalkan. Manajer Lady Gaga, Troy Carter mengatakan pihaknya membatalkan rencana konser di Jakarta tanggal 3 Juni daripada harus tunduk pada tekanan untuk melakukan sensor seperti yang diminta oleh sejumlah kelompok agama. Disinilah kita bisa menilai bahwa pihak-pihak Lady Gaga membatalkan hanya karna tidak ingin menuruti kultur bahkan UU yang ada di Indonesia. Tentunya promotor konser Lady Gaga, Big Daddy Live Concert berjanji untuk mengembalikan uang tiket seratus persen sesuai dengan harga tiket. Dengan demikian, konser Lady Gaga yang sudah jelas tidak sesuai dengan kultur budaya Indonesia, sudah sepantasnya ditolak. Bangsa Indonesia seharusnya hanya menerima hiburan yang bisa membuat bangsa ini lebih cerdas dan bermoral. Jadi keputusan tidak memberi izin konser Lady Gaga merupakan keputusan yang sudah sesuai dengan konstitusi negara ini.
Kekecewaanpun kini dirasakan para Little Monster sebutan para fans Lady Gaga. Konser yang langka tersebut akhirnya dibatalkan. Manajer Lady Gaga, Troy Carter mengatakan pihaknya membatalkan rencana konser di Jakarta tanggal 3 Juni daripada harus tunduk pada tekanan untuk melakukan sensor seperti yang diminta oleh sejumlah kelompok agama. Disinilah kita bisa menilai bahwa pihak-pihak Lady Gaga membatalkan hanya karna tidak ingin menuruti kultur bahkan UU yang ada di Indonesia. Tentunya promotor konser Lady Gaga, Big Daddy Live Concert berjanji untuk mengembalikan uang tiket seratus persen sesuai dengan harga tiket. Dengan demikian, konser Lady Gaga yang sudah jelas tidak sesuai dengan kultur budaya Indonesia, sudah sepantasnya ditolak. Bangsa Indonesia seharusnya hanya menerima hiburan yang bisa membuat bangsa ini lebih cerdas dan bermoral. Jadi keputusan tidak memberi izin konser Lady Gaga merupakan keputusan yang sudah sesuai dengan konstitusi negara ini.
Bukankah Indonesia adalah negara
demokratis yang menjunjung nilai kebebasan, termasuk kebebasan berekspresi?
Bagaimanapun, kita harus sadar bahwa kebebasan berpendapat dalam demokrasi
bukan semata-mata kebebasan sekelompok pihak untuk melakukan apa yang ingin
dilakukannya. Harus diingat kembali bahwa negara Indonesia berprinsip erat
dengan demokrasi Pancasila. Memang saat ini, banyak yang salah kaprah memaknai
demokrasi yang dijalankan di Indonesia. Tentu demokrasi Indonesia berbeda
dengan demokrasi negara-negara lain. Dalam konteks ini, demokrasi pancasila
lebih mempunyai nilai-nilai luhur jika dibanding dengan demokrasi yang
diterapkan di negara lain. Satu kubu meyakini, memperbolehkan aksi pertunjukan
tersebut merupakan suatu bentuk representasi dari nilai kebebasan berekspresi,
atau mungkin sebagai wujud kekhawatiran akan pandangan sebagai bangsa yang
“konservatif” oleh masyarakat dunia. Sementara di kubu yang berbeda, ada
keinginan untuk mempertahankan budaya ketimuran dengan terus menyaring arus
budaya luar yang dianggap secara kumulatif memiliki dampak negatif terhadap
karakter dan moral anak bangsa.
Masyarakat Indonesia adalah tipikal
masyarakat kolektif. Penerimaan yang secara kolektif dan terus menerus
diberikan, pada nantinya dapat menjadi suatu karakter yang melekat pada diri
masyarakat yang tidak sesuai dengan kultur di Indonesia. Inilah sebagian
dari pemikiran kebebasan barat yang sudah masuk dalam kerangka berfikir
anak-anak muda. Seperti
melakukan tindakan pornoaksi & pornografi ataupun hal-hal yang negatif yang
disebabkan karna meniru si Mother Monster.
Berbeda dengan budaya barat yang menampilkan erotisme dan hedonisme, yaitu satu
bentuk pola perilaku yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai kesopanan dan
rasa malu namun secara indah dibalut oleh “seni” dan modernitas. Masyarakat timur memiliki arkhetipe yang
pada umumnya mementingkan nilai-nilai kesopanan dan rasa malu dengan kriteria
yang secara tidak sadar telah kita pahami bersama melalui interaksi dengan
lingkungan sejak kecil.
Maka dari itu pemerintah dan
pihak-pihak lainnya yang bersikeras menolak konser Lady Gaga sudah sangat tepat
serta pantas. Di sisi lain, Indonesia mempunyai UU tentang pornografi
dan pornoaksi. Toh tidak ada
manfaat yang berarti atas konser tersebut malah sebaliknya akan berdampak
buruk. Oleh karena itu, sebagai bangsa yang mempunyai jati diri dan
kredibilitas, maka sudah selayaknya untuk tidak begitu saja memerima kebudayaan
luar. Indonesia harus menyaring budaya yang masuk. Jangan sampai budaya
luar meracuni jati diri bangsa Ini. Sudah cukup banyak budaya luar mempengaruhi
kehidupan bangsa kita. Maka, katakan “TIDAK” untuk budaya yang tidak sesuai
dengan identitas bangsa. baik
itu berupa hiburan maupun yang lainnya. Karena dengan begitu, Indonesia akan
diakui di mata internasional sebagai negara yang berkarakter kuat.