Sabtu, 30 Juni 2012

DEMOKRASI PANCASILA GAGALKAN LADY GAGA



DEMOKRASI PANCASILA
GAGALKAN LADY GAGA
Oleh: Furkam Satriawan
(Mahasiswa UNM Jurusan Sastra Inggris)

Lady Gaga yang notabene berniat memberikan hiburan pada fansnya justru menjadi permasalahan yang rumit dan buah bibir dalam beberapa minggu ini. Sosoknya yang kontroversial sering menjadi perbincangan dan perdebatan masyarakat dunia, seperti kelompok Katolik di Korea Selatan dan Filipina termasuk Indonesia juga. Rencana kunjungan Stefani Joanne Angelina Germanotta atau Lady Gaga ke Indonesia mendapat penolakan keras dari berbagai kalangan. Penolakan ini wajar saja mengingat dalam setiap penampilannya, Lady Gaga selalu menampilkan yang sarat pornografi bahkan terkesan aneh menurut pandangan adat ketimuran. Seperti, Lady Gaga sering disebut-sebut sebagai pemuja setan itu biasa tersirat dari lirik lagu yang dibawakannya. Bahkan, lady Gaga pernah diberitakan mandi darah sebelum tampil dalam konsernya. Inilah yang kemudian menjadi alasan resistensi ormas, diantaranya Front Pembela Islam (FPI) untuk menjegal langkah sang Mother Monster untuk menggelar konser di Jakarta.
Pembatalan konser Lady Gaga membuahkan kekecewaan penggemar.
Kekecewaanpun kini dirasakan para Little Monster sebutan para fans Lady Gaga. Konser yang langka tersebut akhirnya dibatalkan. Manajer Lady Gaga, Troy Carter mengatakan pihaknya membatalkan rencana konser di Jakarta tanggal 3 Juni daripada harus tunduk pada tekanan untuk melakukan sensor seperti yang diminta oleh sejumlah kelompok agama. Disinilah kita bisa menilai bahwa pihak-pihak Lady Gaga membatalkan hanya karna tidak ingin menuruti kultur bahkan UU yang ada di Indonesia. Tentunya promotor konser Lady Gaga, Big Daddy Live Concert berjanji untuk mengembalikan uang tiket seratus persen sesuai dengan harga tiket. Dengan demikian, konser Lady Gaga yang sudah jelas tidak sesuai dengan kultur budaya Indonesia, sudah sepantasnya ditolak. Bangsa Indonesia seharusnya hanya menerima hiburan yang bisa membuat bangsa ini lebih cerdas dan bermoral. Jadi keputusan tidak memberi izin konser Lady Gaga merupakan keputusan yang sudah sesuai dengan konstitusi negara ini.
Bukankah Indonesia adalah negara demokratis yang menjunjung nilai kebebasan, termasuk kebebasan berekspresi? Bagaimanapun, kita harus sadar bahwa kebebasan berpendapat dalam demokrasi bukan semata-mata kebebasan sekelompok pihak untuk melakukan apa yang ingin dilakukannya. Harus diingat kembali bahwa negara Indonesia berprinsip erat dengan demokrasi Pancasila. Memang saat ini, banyak yang salah kaprah memaknai demokrasi yang dijalankan di Indonesia. Tentu demokrasi Indonesia berbeda dengan demokrasi negara-negara lain. Dalam konteks ini, demokrasi pancasila lebih mempunyai nilai-nilai luhur jika dibanding dengan demokrasi yang diterapkan di negara lain. Satu kubu meyakini, memperbolehkan aksi pertunjukan tersebut merupakan suatu bentuk representasi dari nilai kebebasan berekspresi, atau mungkin sebagai wujud kekhawatiran akan pandangan sebagai bangsa yang “konservatif” oleh masyarakat dunia. Sementara di kubu yang berbeda, ada keinginan untuk mempertahankan budaya ketimuran dengan terus menyaring arus budaya luar yang dianggap secara kumulatif memiliki dampak negatif terhadap karakter dan moral anak bangsa.
Masyarakat Indonesia adalah tipikal masyarakat kolektif. Penerimaan yang secara kolektif dan terus menerus diberikan, pada nantinya dapat menjadi suatu karakter yang melekat pada diri masyarakat yang tidak sesuai dengan kultur di Indonesia. Inilah sebagian dari pemikiran kebebasan barat yang sudah masuk dalam kerangka berfikir anak-anak muda. Seperti melakukan tindakan pornoaksi & pornografi ataupun hal-hal yang negatif yang disebabkan karna meniru si Mother Monster. Berbeda dengan budaya barat yang menampilkan erotisme dan hedonisme, yaitu satu bentuk pola perilaku yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai kesopanan dan rasa malu namun secara indah dibalut oleh “seni” dan modernitas.  Masyarakat timur memiliki arkhetipe yang pada umumnya mementingkan nilai-nilai kesopanan dan rasa malu dengan kriteria yang secara tidak sadar telah kita pahami bersama melalui interaksi dengan lingkungan sejak kecil.
Maka dari itu pemerintah dan pihak-pihak lainnya yang bersikeras menolak konser Lady Gaga sudah sangat tepat serta pantas. Di sisi lain, Indonesia mempunyai UU tentang pornografi dan pornoaksi. Toh tidak ada manfaat yang berarti atas konser tersebut malah sebaliknya akan berdampak buruk. Oleh karena itu, sebagai bangsa yang mempunyai jati diri dan kredibilitas, maka sudah selayaknya untuk tidak begitu saja memerima kebudayaan luar. Indonesia harus menyaring budaya yang masuk. Jangan sampai budaya luar meracuni jati diri bangsa Ini. Sudah cukup banyak budaya luar mempengaruhi kehidupan bangsa kita. Maka, katakan “TIDAK” untuk budaya yang tidak sesuai dengan identitas bangsa. baik itu berupa hiburan maupun yang lainnya. Karena dengan begitu, Indonesia akan diakui di mata internasional sebagai negara yang berkarakter kuat.